SENDU

Juni. Hujan yang hanya sesekali. Yang tentu tidak lebih mendominasi. Seperti mewakili suasana hati. Ada ketakutan tentang sesuatu yang harus disudahi. Namun merasa aman dengan menyimpannya sendiri. Karena seperti tak ada yang memahami. Meskipun banyaknya akses komunikasi. Termasuk berbagi pada kekasih hati. 

Rindu, yang dirinya masih sering dipenuhi oleh gerutu. Namun Al-waqiah selalu menguatkannya selepas subuh. Pagi itu di hari Rabu, dengan mengenakan baju biru dan berjilbab abu-abu, serta di bawah langit yang mendung kelabu, Rindu mengiyakan akan pulang lebih awal seperti janjinya pada Ibu.

“Harus sehat-sehat”, samar-samar terdengar suara dokter Philips yang sedang memberi nasihat. Dari ruang tunggu, satu per satu berbagai kelompok usia mulai terlihat keluar menenteng kantongan obat. Di tempat yang sama, senyum simpul dengan mata sayu nan sendu sesekali Rindu ukirkan pada sekitarnya di balik maskernya yang tentu tak terlihat. Sembari memijat jari-jarinya erat, namanya pun akhirnya disebutkan oleh perawat. Sekarang gilirannya, setelah menunggu dari pukul setengah empat. Rindu menghela napas yang berat. Ia harus pulih dari hari-harinya yang penat. 

Illustrated by Mutiah Sari

***

Nb: Tulisan ini dibuat untuk memenuhi undangan menulis tentang “senyum” dari salah satu buletin yang tidak terpilih terbit. Namun tulisan ini telah mengudara di salah satu acara radio yang dibawakan oleh teman saya. Inspirasi tulisan ini dari kunjungan terakhir saya ke dr Robert V. Philips pada bulan Juni lalu. Serta tulisan ini untuk mengenang beliau yang telah berpulang beberapa hari yang lalu :(

Komentar