R(ASA)

Rasa. Bermula dari adanya intensitas berjumpa. Pun karena jarak usia kami yang dekat, kita menjadi lekat dan sepakat punya pandangan yang seiya sekata. Sederhananya, kita cukup sering berbagi makanan seadanya. Kamu juga sempat bercerita lama dengan tanpa sungkan berbagi kisah cinta.

Asa. Karena alat pendingin ruangan sedang rusak, saya berinisiatif membeli mini kipas angin dengan gambar karakter kesukaan yang juga agar bisa saya bawa kemana-mana. Mungkin karena harganya yang murah, kualitas barang jadinya tidak menjanjikan untuk dipakai lebih lama. Saya pernah meminta tolong padamu untuk memperbaikinya, bukan? Semoga kamu masih menyimpannya.

Rasa. Saya bersaksi betapa baiknya perilakumu terhadap wanita. Asap rokok yang tidak kamu biarkan sekelilingmu terpapar sebagai contohnya. Serta hal-hal versi dirimu dalam melaksanakan tanggung jawab sebagai orang yang sekiranya bisa menjaga. Oh iya, kapan lagi kita bisa berboncengan bersama?

Asa. Jam pergantian shift kerja. Dari kantung matamu jelas tergambar kelelahan selepas dua-belas jam berjaga. Di waktu-waktu bertemu dengan tidak sengaja, kamu tidak pernah absen untuk menebar senyum dan sapa, walau hanya di balik kaca jendela. Sembari memberi isyarat pamit pulang, tidak jarang saya menutup perjumpaan dengan sebuah pinta: “hati-hati ya”.

Rasa. Masker dan botol minum berwarna senada sengaja saya beli dan beri atas apresiasi dan balasan dari kebaikan yang tidak hentinya. Juga proteksi dirimu sebagai frontliner yang dituntut harus terlihat gagah nan perkasa. Pandemi, kondisi dimana iman dan imun juga harus stabil terjaga. Termasuk pengingat untuk kamu salah satunya.

Asa. Menurut pepatah bijak, salah satu cara menjangkau yang tidak bersama kita adalah dengan mendoakanya. Maka jadilah dhuha menjadi sunnah yang secara rutin saya tunaikan demi mengejar pahala pengganti sedekah. Di waktu yang mustajab itu pula, saya tidak memanjatkan harap yang spesifik tentang kita. Setelah Januari lalu, namamu tetap terselip dalam bait doa yang secara tersirat dilangitkan untuk meminta kelapangan rezeki dari-Nya. Bukan hanya karena kamu adalah tulang punggung keluarga. Namun oleh karena alasan yang lebih dari kamu mengetahuinya.

Rasa. Sebuah pesan singkat masuk via whatsapp di hampir jam lima. Ternyata, kamu me-notice  status yang saya posting tentang seikat selada. Saya pun berjanji untuk memberikannya kepadamu dan kita bertemu jika jam pulang tiba. Saya menangkap pancaran semangat di wajahmu saat menemuiku kala itu di waktu senja. Yah, langit senjalah saksinya.

Kini, rasa dan asa tak terbalas dan berbatas itu bak sepaket bersama hati yang harus mengalah. Atas sebuah pilihan, semoga kamu bahagia. Percayalah, ini hanya tentang waktu yang salah. Di sisa usia dan di hari-hari baik selanjutnya, saya (akan) baik-baik saja. 

Komentar