Keputusan Berat di Awal Tahun

Sebelumnya, tulisan ini mewakili jawaban atas beberapa pertanyaan dari kegalauan saya beberapa hari terakhir.


Adalah sebuah pilihan berat yang pada akhirnya harus saya ambil setelah mempertimbangkannya tidak satu-dua hari. Yang membuat saya dengan berat hati harus melepas satu amanah saya, yaitu: KULIAH. Selama setahun terakhir, semua mungkin terlihat biasa-biasa  saja, tapi sesungguhnya diri yang sedang tidak baik-baik saja. Give-up, rapuh, sampai jenuh akhirnya mencapai puncaknya.

Ada beberapa kendala dan alasan yang akan coba saya jelaskan mewakili isi hati. Pertama, karena kelelahan yang teramat sangat. Kuliah-kerja yang bersamaan ternyata sangat berat jika sudah dijalani. Keduanya memiliki beban tanggung jawab besar and no one can’t handle it selain diri kita sendiri, yang memaksa diri untuk produktif dari weekdays (di kantor) sampai weekend (di kampus). Saya kehilangan momen me-time & family-time serta imbasnya ke penurunan kesehatan. Sehingga, saya sudah tidak sanggup membayangkan diri harus berada di situasi ini sampai satu tahun ke depan. Kedua, karena rentetan tugas, versus manajemen waktu yang sudah sangat tidak bersahabat. Actually, motivasi terbesar saya untuk kuliah (lagi) adalah untuk mendapatkan ilmu yang ‘lebih’. Tapi, semakin kesini, bukan ilmu yang justru banyak terserap, melainkan hanya bertambahnya beban akan tugas yang merunut untuk di-selesaikan yang output­-nya malah tidak maksimal. Sejak kuliah S1, saya memang tidak membiasakan diri pada kondisi-kondisi yang tidak sehat, seperti harus on sampai jam 3 subuh misalnya hanya untuk finishing deadline tugas-tugas seperti yang bisa dilakukan oleh beberapa teman-teman di luar sana. Ketiga, karena lingkungan kampus yang tidak ergonomis seperti jumlah mahasiswa dalam kelas kami yang sangat sedikit, didukung oleh fasilitas kampus yang jauh dari standar plus orang-orang internal kampus who not be humble persons. Dan keempat, karena ada kondisi-kondisi yang memengaruhi psikologis that I cant describe it :(

Untuk saat ini, GELAR is not be priority for me! Tidak ada gunanya sebuah gelar tapi prosesnya tidak dinikmati, malah justru akan menambah beban moral saja. Saya sudah kebal dengan beragam respon seperti ‘bodohnya’ atau ‘sayangnya’ dan lain sebagainya. Apalagi, yang saya sesalkan, ada beberapa oknum yang beranggapan bahwa keputusan ini atas hasutan beberapa orang. HEY, PERCAYALAH! Saya memiliki lingkungan positif dan teman-teman yang sangat baik, justru mereka yang support apapun hasilnya. Serta sedihnya, karena saya harus berdebat kecil dengan Mama dan keluarga untuk meyakinkan bahwa saya sudah tidak mampu menjalani kedua-duanya secara bersamaan. Jika ada sesuatu yang kita kerjakan lantas tidak memberi kenyamanan, bukankah sebaiknya ditinggalkan?!

Maka, seberusaha apapun pun kita menjelaskan, no one can’t understand karena bukan mereka yang jalani dan rasakan. Jadi biarlah mereka dengan pemikiran mereka sendiri, ada Allah Maha mengetahui segala isi hati. Untuk saat ini, izinkan saya fokus sama pekerjaan saya (saja), yang amanahnya tidak main-main. Semoga ini menjadi keputusan yang paling baik seperti pinta saya di Istikharah beberapa hari yang lalu.  SOOOO, THANKYOU ALL FOR YOUR SUPPORT. Terimakasih banyak bagi yang sudah mau mengerti kondisi ini. Dan bagi yang belum, semoga segera dibukakan pintu hatinya supaya bisa memahami. SEKALI LAGI, maaf mengecewakan :(

LIFE IS A CHOICE. IS’NT IT?
 

Komentar