Dari Kuburan Batu Sampai Negeri Di Atas Awan
Saat melakukan kunjungan kerja di Maros, saya terpaku pada
salah satu rumah yang sedikit berbeda dengan rumah-rumah lain yang ada, yaitu rumah
yang memiliki tongkonan walau dibangun seadanya oleh si pemilik rumah. Setelah
selesai melakukan wawancara, saya pun iseng minta diabadikan dengan latar rumah
bertongkonan itu.
Selang beberapa bulan kemudian, saya berada di tempat yang
tidak hanya dapat melihat satu tongkonan saja, tapi banyak, bahkan di sisi kiri
dan kanan perjalanan. Yah, saya dan teman-teman sampai di Toraja, yang
merupakan hadiah survey sebulan kami di Takalar. Setelah menempuh perjalanan
panjang dengan menggunakan mobil rental, akhirnya sekitar pukul sembilan malam tibalah
kami di Toraja. Bersyukur tidak harus sibuk mencari penginapan, karena salah
satu senior kami memiliki basecamp yang
juga sudah jadi tempat tinggal dan cukup luas untuk kami berlima tempati selama
kami berada dua hari disana. Dan atmosfir dingin nya malam di Toraja mendukung
kami untuk segera terlelap.
Dari beberapa destinasi wisata yang menjadi recommended dan sudah jadi list kami,
hanya lima yang berhasil kami kunjungi dalam waktu dua hari itu. Yakni: Kete
Kesu, Londa, Tilanga’, Loko Mata dan Batutumonga. Kelima destinasi wisata itu
pun menawarkan pesona yang berbeda, yang membuat jari-jemari kami tak henti
memencet tombol capture dan wajah tak
henti berekspresi di balik bidik kamera.
Kete’ Kesu: lokasi nya tak jauh dari basecamp kami yang tepatnya juga berada di Toraja Utara. Saya terpana
pada bangunan-bangunan dengan desain khas, yang ternyata itu adalah tempat
persemayaman jenazah orang-orang berkasta. Tak jauh dari situ terdapat puluhan
anak tangga, sambil menjumpai rangka-rangka kepala tengkorak dan tau’-tau’ (dibuat oleh keluarga orang
yang sudah meninggal dan wajah-wajahnya itu disesuaikan dengan wajah aslinya).
Meninggalkan tau’ tau’, di ujung anak tangga itu terdapat gua. Di depannya
banyak jejeran sisa karangan bunga yg sudah kusam dan pudar plus beberapa buah peti jenazah. Untuk
masuk ke dalam gua itu, hanya bermodalkan sepuluh ribu rupiah per kepala dan
penerangan ala kadarnya. Kerja keras menapaki langkah demi langkah di gua yang
licin tersebut terbayar dengan melihat rangka-rangka tulang belulang yang unik di
sepanjang dinding gua.
Londa: salah satu destinasi wisata yang tidak boleh absen dari daftar kunjungan. Tempat ini merupakan kompleks makam di tebing batu. Dari kejauhan terlihat beberapa peti jenazah yang bertumpuk di sela tebing batu tersebut. Di Londa pun juga terdapat gua yang sukses menambah kesan mistis pengunjung. Karena sudah merasakan sensasi gua Kete’ Kesu, maka kami tidak memasuki gua yang berada di kaki tebing itu. Dengan alasan juga ingin mengefisiensikan waktu.
Next: Tilanga’. Di Tilanga tak ada kuburan, melainkan terdapat
sungai dan keramaian anak-anak kecil. Konon, disana ada juga belut raksasa, yang
dipancing kemunculannya tapi tak muncul-muncul juga. Namun puas melihat
kehebohan anak-anak kecil berebut koin yang dilemparkan oleh beberapa pengunjung. Sepertinya kebahagiaan anak-anak
yang mendapatkan pundi-pundi uang koin itu tidak mengalahkan dinginnya tubuh
mereka yang sukses berkali-kali menceburkan diri dengan berbagai gaya.
Loko’ Mata: kuburan batu raksasa. Di batu raksasa itu, terdapat ratusan lubang-lubang (loko’) atau pintu-pintu dengan ukiran yang berbeda-beda, yang di dalamnya merupakan tempat persemayaman jenazah. Di balik pintu atau lubang tersebut ternyata di dalamnya seperti kamar tapi tidak begitu luas, ada kelambu dan semacam dupa-dupa. Persemayaman jenazah di batu raksasa tersebut juga berdasarkan kasta. Semakin tinggi kasta keluarga dari jenazah, maka semakin tinggi pula tempatnya. Saat itu sempat melihat bagaimana proses pembuatan dan pengeboran batu-batu raksasa itu untuk satu kamar tempat persemayaman jenazah. Para tukangnya dapat sukses menyelesaikannya hanya dalam waktu dua hari, namun sayang mereka tanpa menggunakan masker dan alat pelindung diri lainnya. Di sekeliling nya, terdapat banyak bambu panjang, yang katanya digunakan untuk membopong peti jenazah. Tampak pula sisa karangan bunga, dan tak ketinggalan terlihat rentetan mini tongkonan juga tau’ tau’.

Last, Batutumonga: jika ke Toraja katanya belum sah kalau belum ke tempat ini. Atmosfir tempat ini cukup dingin, mengingat perjalanannya menanjak. Di sepanjang perjalanan, tak jarang terlihat bule bersama tourguide yang berjalan kaki, lengkap dengan kayu panjang sebagai tongkat, kacamata, air mineral botol besar, dan timun sebagai cemilan. Sesampai di sana, disambut oleh seekor ‘tedong’ yang layaknya seperti satpam. Di antara sekian banyak tempat, ini yang terfavorit. Tak ada kesan mistis dan horor sama sekali. Dari ketinggiannya pun, pemandangan ribuan tongkonan pun menyambut, bak berasa di kaki langit. Orang-orang menyebutnya, negeri di atas awan.

Di Toraja, untuk mencari tempat makanan halal bagi orang muslim ternyata tidak begitu susah. Dari warung-warung yang buka dari pagi hingga sore sampai kedai-kedai malam di bawah langit kota Makale. Tak khawatir karena tempat yang menjajakan makanan khusus punya penanda. Bahkan orang muslim di Toraja pun tidak begitu minoritas. Jadi, perut bisa kenyang hati pun jadi aman. Dan sebelum mengakhiri short holiday, tak lupa mampir di jejeran toko oleh-oleh khas yang seakan memanggil-manggil untuk disinggahi. Jatuhlah pilihan pada sebuah tas, puluhan gantungan kunci, beberapa lembar baju, bepa tori dan kopi Toraja untuk dibawa pulang dan dibag-bagi. Karena short holiday ini pun, tak berkesempatan untuk melihat kemeriahan tedong silaga namun cukup puas ‘berkenalan’ dengan Kiro Tasik: salah satu tedong petarung milik warga sekitar basecamp. Tawaran melihat tradisi rambu solo pun ada setelah kami sudah dua minggu kembali ke Makassar.
![]() |
Bersama Kirotasik (tedong petarung yang beratnya 200 kilo) yg sedang sarapan pagi |
Experience is the best
teacher. Sambil menyelam minum air. Sambil jalan-jalan, sambil belajar
tradisi. Semoga bisa kembali lagi untuk mengunjungi dan mengenal lebih banyak destinasi
lagi. Teruntuk bumi lakipadada dan
seisinya, terima kasih :)
Perjalanan yang sangat keren kak. :)
BalasHapusWahhh, ada beberapa tempat yang belum kukunjungi. Harus masuk dalam list nih. Terima kasih infonya Uci.
BalasHapusHehehe keren keren kak, sama kakak ifa masih banyak yang belum saya datangi juga. Perlu dicatat. :)
BalasHapus